Al-Muqaddimah Karya yang Abadi
Rep: Heri Ruslan/ Red: Agung Sasongko
Republika/Prayogi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah mundur dari
percaturan politik praktis, Ibnu Khaldun bersama keluarganya menyepi di Qal'at
Ibn Salamah istana yang terletak di negeri Banu Tajin selama empat tahun.
Selama masa kontemplasi itu, Ibnu Khaldun berhasil merampungkan sebuah karya
monumental yang hingga kini masih tetap dibahas dan diperbincangkan.
`'Dalam pengunduran diri inilah saya merampungkan Al-Muqaddimah, sebuah karya yang seluruhnya orisinal dalam perencanaannya dan saya ramu dari hasil penelitian luas yang terbaik,'' ungkap Ibnu Khaldun dalam biografinya yang berjudul Al-Ta'rif bi Ibn-Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Sharqan.
`'Dalam pengunduran diri inilah saya merampungkan Al-Muqaddimah, sebuah karya yang seluruhnya orisinal dalam perencanaannya dan saya ramu dari hasil penelitian luas yang terbaik,'' ungkap Ibnu Khaldun dalam biografinya yang berjudul Al-Ta'rif bi Ibn-Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Sharqan.
Buah pikir Ibnu Khaldun itu begitu memukau. Tak heran, jika ahli
sejarah Inggris, Arnold J Toynbee menganggap Al-Muqaddimah sebagi karya
terbesar dalam jenisnya sepanjang sejarah.
Menurut Ahmad Syafii Ma'arif, salah satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering dikutip adalah: `'Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tapi adalah produk kebiasaan-kebiasaan sosial.'' Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama .Pertama, membicarakan histografi mengupas kesalahan-kesalahan para sejarawan Arab-Muslim.
Kedua, Al-Muqaddimah mengupas soal ilmu kultur. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar bagi pemahaman sejarah. Ketiga, mengupas lembaga-lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski hanya sebagai pengantar dari buku utamanya yang berjudul Al-`Ibar, kenyataannya Al-Muqaddimah lebih termasyhur.
Menurut Ahmad Syafii Ma'arif, salah satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering dikutip adalah: `'Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tapi adalah produk kebiasaan-kebiasaan sosial.'' Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama .Pertama, membicarakan histografi mengupas kesalahan-kesalahan para sejarawan Arab-Muslim.
Kedua, Al-Muqaddimah mengupas soal ilmu kultur. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar bagi pemahaman sejarah. Ketiga, mengupas lembaga-lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski hanya sebagai pengantar dari buku utamanya yang berjudul Al-`Ibar, kenyataannya Al-Muqaddimah lebih termasyhur.
Pasalnya, seluruh bangunan teorinya tentang ilmu sosial,
kebudayaan, dan sejarah termuat dalam kitab itu. Dalam buku itu Ibnu Khaldun
diantara menyatakan bahwa kajian sejarah haruslah melalui pengujian-pengujian
yang kritis.
`'Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng,'' papar Syafii Ma'arif.
`'Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng,'' papar Syafii Ma'arif.
Bermodalkan pengalamannya yang malang-melintang di dunia politik
pada masanya, Ibnu Khaldun mampu menulis Almuqaddimah dengan jernih. Dalam
kitabnya itu, Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia, hukum-hukum
kemasyarakatan dan perubahan sosial.
Menurut Charles Issawi dalam An Arab Philosophy of History, lewat Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain;
Menurut Charles Issawi dalam An Arab Philosophy of History, lewat Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain;
`'Masyarakat tidak statis, bentuk-bentuk soisal berubah dan
berkembang.''
Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat. Jauh, sebelum Aguste Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi keintelektualan positivisme Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun (1332-1406).
Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini. `'Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial,'' papar Ilmuwan asal Jerman, Heinrich Simon.
Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat. Jauh, sebelum Aguste Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi keintelektualan positivisme Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun (1332-1406).
Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini. `'Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial,'' papar Ilmuwan asal Jerman, Heinrich Simon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar